BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA ATAS LAGU
Cut Nurita SH., MH
Abstract
Hak ekonomi (economic rights) dari pencipta tentunya tidak dapat dikesampingkan untuk seorang pencipta dapat menikmati hasil ekonomis dari karya atau ciptaannya. Dalam upaya untuk menikmati hak ekonomis ciptaannya, pencipta juga dapat memberikan izin bagi orang lain untuk mengumumkan (performing rights) atau memperbanyak (mechanical rights) ciptaannya untuk tujuan komersial dengan mendasarkan pada perjanjian lisensi. Dasar hukum dari perjanjian lisensi ini ada pada Pasal 45 s/d 47 Undang-Undang No. 19 Tahun2002 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut “UUHC”). Dalam praktiknya masih banyak pencipta lagu yang tidak bisa secara maksimal menikmati royalti yang menjadi haknya. Banyak hal yang menjadi kendala dalam perlindungan hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta ini. Untuk itu, penting adanya suatu lembaga yang membantu pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengadministrasi royalti yang berhubungan dengan pembagian keuntungan berupa persentase dari penggunaan hak cipta yang diperoleh pencipta atau pemegang hak cipta atas izin yang diberikan kepada pihak lain oleh pencipta atau pemegang hak cipta atas penggunaan suatu ciptaan, di Indonesia dan juga di negara-negara lain ada lembaga-lembaga tertentu yang kemudian diberikan tugas untuk menjembatani pemegang hak cipta dan pemegang lisensi. Lembaga ini lazim disebut sebagai Lembaga Manajemen Kolektif atau Collecting Management Society (selanjutnya disebut CMS). Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM Achmad M Ramli berpendapat bahwa, pemberian lisensi hak cipta lagu kepada produser harus dibatasi. Bahkan, menurut Ramli, beberapa pencipta lagu yang lagunya melegenda justru hidup susah. Hal ini tentunya menjadi ironi. Padahal lagu ciptaan mereka masih sering dinyanyikan dan dieksploitasi untuk berbagai kegiatan yang bersifat komersial. Terkait dengan perjanjian lisensi antara produser dan pencipta.